NARKOBA & ALKOHOL
Besok adalah hari baru karena aku akan memasuki tahun ajaran yang baru dan naik ke kelas 11. Aku dan Sherina, teman baikku, pun menyiapkan checklist barang - barang yang akan dibawa besok. Keesokan harinya, pagi - pagi aku langsung bangun, mandi, sikat gigi lalu bersiap - siap pergi ke sekolah. Seperti biasa, mama sama papa sudah pergi ke kantor gara - gara takut macet. Yah, begitulah kehidupan di dalam keluarga ini.
Tiba - tiba ada klakson mobil terdengar dari depan rumah. Aku pun keluar untuk melihatnya. Lalu kaca mobilnya perlahan turun. Oh, ternyata Sherina.
“Li, mau ikut nggak mama gw lagi bisa nganter nih… jadi nggak usah naik sepeda hari ini. ” teriak Sherina, “ Ayo, cepetan!”
“Iya - iya sabar sher!” Jawabku.
Lalu aku masuk ke mobil Sherina dan menyapa mamanya. Lalu tanpa disadari kita sudah sampai di depan Sekolah. Kita pun bergegas ke dalam sekolah, tanpa disangka Sherina dan aku sama kelasnya. Kita pun ke kelas yang sudah ditentukan dan menunggu hingga bel berbunyi. Sherina dan aku memilih duduk bersebelahan dan bersiap - siap untuk belajar.
Bel berbunyi dan Bu Lintang -wali kelas kita- memasuki kelas dengan muka yang serius diikuti oleh seorang cowok.
“Anak - anak, di sebelah ibu ada murid Baru dari sekolah SMAN 89 di Bogor. Silahkan memperkenalkan diri kamu.” ucap Bu Lintang.
“Baik bu, perkenalkan nama gue William tapi kalian semua bisa manggil gue Will.” ucap cowok itu.
“Terima Kasih, William, kamu bisa duduk di sebelah Brian. Nah, anak - anak karena ini adalah tahun ajaran yang baru, saya ingin kalian semua untuk menjadi anak - anak yang jauh lebih baik dari tahun lalu. Sekarang mari kita semua memulai pelajaran.” ucap Bu Lintang.
Lalu, Will pergi ke arah Brian. Jam berjalan terus dan pelajarannya pun berganti - ganti. Aku punya firasat buruk tentang Will. Tiba - tiba bel makan siang berbunyi dengan kencang. Aku dan Sherina pun keluar untuk makan siang.
“Menurut firasat gue ya, si Will itu bukan orang baik, dia pasti akan berbuat masalah di sekolah ini. Dia juga bakal jadi pengaruh buruk bagi sekolah kita!” ucapku kepada Sherina.
Tiba - tiba ada yang bertengkar di tengah lapangan basket, lalu semua murid berkumpul di tempat itu. Ternyata yang bertengkar adalah Will dan Brian. Lalu seorang guru laki - laki, datang memisahkan Will dan Brian.
“Ini ada apa? Kok sampai begini. Ayo, ke kantor kepala sekolah sekarang! Kalian berdua, cepat!” Teriak guru itu.
Will dan Brian berkata, “Iya pak.”
“Sekarang semua murid BUBAR!”
Akhirnya semua murid bubar dan kembali melanjutkan aktivitas mereka.
“Wah ternyata, tak disangka kalo Will tuh anaknya begitu, baru sehari aja udah ke kantor kepala sekolah …. ckckck.” ucap Sherina.
“Tuh kan, firasat gue bener!” tanggapku.
Tiba - tiba, saat aku dan Sherina melewati pintu kelas, Air warna merah tumpah ke seluruh tubuhku dan Sherina. Sudah tak disangka lagi, Rebecca, cewek yang aku paling benci di sekolah ini. Sejak dia masuk ke sekolah ini, dia sudah sering membuat aku malu dan sedih setiap hari. Ugh! kenapa orang seperti dia harus ada sih di dunia ini sih? Lalu setelah kejadian itu aku jadi bad mood sepanjang hari meskipun Sherina sudah mencoba menghiburku. Pelajaran sulit pun membuat aku tambah stress dan rasanya ingin mati. Aku bingung bagaimana cara Sherina menghadapi segala cobaan ini. Aku sudah coba segala cara yang baik namun tetap tidak bisa.
Sepulangnya dari sekolah aku mengganti seragam. Lalu aku langsung ke kamar dan merasa lelah, akhirnya aku pun tertidur meskipun stressnya masih ada di pikiranku.
Menjelang malam mama dan papa pulang dari kantor dan makan malam bersama. Dengan lesu aku turun tangga dan langsung ke meja makan tanpa menyapa orang tuaku.
“Lily, kamu kenapa tidak menyapa mama sama papa? ” ucap mamaku.
“Aku capek ma, mendingan langsung makan, Makan kan lebih penting dibandingkan menyapa mama sama papa.” ucapku frustasi.
“Iya tapi kan kita orang tua kamu! Kita yang membesarkan kamu. Jadi kamu harus hormati kita karena kita udah bekerja keras dan susah payah mencari nafkah demi kamu sekolah. Lalu, kamu seperti tidak menganggap kami ada gitu?” ucap mamaku sambil marah - marah.
“Sudahlah ma. Biarkan saja, masa kita selalu bertengkar hal yang sama. Papa udah capek mendingan kita makan terus istirahat, oke ma…?” bujuk papaku.
“Ya deh pa… heuh...” jawab mamaku.
Setelah kita makan aku pun siap - siap untuk keesokan harinya lalu, tidur dengan nyenyak.
Paginya aku langsung siap - siap setelah bangun tidur, sarapan pagi, lalu berangkat dengan Sherina memakai sepeda kita ke sekolah. Sekolah berjalan seperti biasa hingga pada saat jam makan siang, Will membuat keributan dan disampingnya tersebut ada Rebecca. Tentu saja, kedua orang yang kejam itu berkomplot satu sama yang lain. Ternyata, Will akan mengadakan party (karena dia adalah murid baru di sekolah ini) dengan bantuan Rebecca. Aku sangat terkejut sangat mendengar bahwa ini bukanlah hanya party biasa namun ini adalah pesta narkoba dan minuman keras. Aku tidak menyangka bahwa Will dapat bertingkah laku sejauh ini. Dengan itu aku harus bertindak sesuatu yaitu dengan mengikuti pesta itu untuk menyelamatkan teman - temanku yang lain.
“Lo ngapain disini huh? Kali aja lo berani ikut party ini, paling... nggak berani kan! Hahaha LOL banget!” ucap Rebecca sambil tertawa terbahak - bahak.
“Enggak kok, gue bakal ikut pesta malam ini, dan membuktikan lo, kalo lo tuh salah!” teriakku.
Tiba - tiba tangan Sherina memegang tanganku erat - erat dan membisikan aku sesuatu, “Li lo beneran bisa li, yakin lo? Resikonya banyak! Kalo sampe lo …..-”
“Nggak lah, gue kan orangnya kuat.”
“Oke deh, tapi lo harus janji bahwa lo nggak boleh sampe …-”
“Iya - iya tahu gue.”
“Oke deh, jadi nanti malam gue akan tunggu lo Lily. Kalo sampe lo nggak datang, lo tahu kan apa yang akan terjadi.” Ucap Rebecca.
Malamnya aku pergi ke rumah Will yang nggak jauh dari rumahku. Terus aku diundang masuk ke rumah Will oleh salah satu temannya. Temannya tersebut mengantarku ke sebuah tempat duduk. Ketika aku masuk suara musik kencang dan lampu - lampu menyala. Sangat heboh dan berisik. Lalu, seorang cewek duduk di sebelahku dan menawarkan kalau aku ingin permen namun aku bilang tidak.
“Tapi ini rasanya enak! Pasti nyesel kalo nggak coba!” ucap cewek itu.
“Beneran nih? Ya udah tapi cuman satu ya!” jawabku
Akhirnya aku memakannya dan tak disangka permen itu sangat enak, tidak hanya rasanya yang enak, permen ini dapat menenangkan pikiranku dari masalah - masalah yang sudah lalu. Lalu aku memintanya lagi, lagi dan lagi. Kemudian aku menanyakan apa nama permen itu dan dia menjawab, “Ahh, itu namanya Heroin, enak kan, pikiran jadi tenang dan segala hal jadi menyenangkan.”
Pada saat itu aku langsung kaget namun karena sudah mengkonsumsi banyak aku tidak peduli dan memintanya lagi. Setelah itu mataku sudah mulai kabur dan malam seterusnya aku tidak ingat.
Keesokan harinya aku sudah berada di kamarku. Aku kaget dan berpikir bahwa semua itu hanya mimpi. Namun, saat mbak Ista bilang bahwa Lily telah dibawa oleh seorang temannya pulang tadi malam, tersadarlah aku itu bukan mimpi. Aku terbayang pada masa itu aku merasakan kenyamanan dari Heroin. Sepertinya aku harus minta lagi tapi dalam porsi sedikit saja. Hari ini adalah hari sabtu jadi tidak ada sekolah. Jadi aku harus langsung ke rumah Will.
Aku mengetuk pintu rumah Will dan dia membuka pintu tersebut.
“Will kira - kira kamu punya heroin nggak? Dikit aja.” tanyaku berbisik.
Dengan wajah kaget dia menjawab, “Punya... emang kenapa?”
“Gue boleh beli nggak?”
“Boleh… tapi mahal lho?”
“Berapa emangnya?”
“0.5 gramnya 500 ribu…”
“Oke, ntar gw balik lagi tapi siapin 2 gram heroin,ok?”
“Oke… Kok lo tiba - tiba jadi begini Li?”
“Nggak apa -apa. Btw Thanks ya!”
Aku berpikir untuk mencuri kalung mahal milik Sherina supaya aku bisa membayarnya. Aku akan melakukan apa pun demi mendapatkan heroin itu meskipun itu artinya harus mencuri. Aku pura - pura sedang ingin mampir ke rumah Sherina untuk menceritakan hal yang terjadi kemarin malam.
“Jadi kemaren malam gimana?” tanya sherina.
“Sukses dong siapa dulu, Lily!” Jawabku.
“Hahaha oke oke sip. Btw lo mau minum apa?”
“Hmm… teh aja deh.”
“oke tunggu ya!”
Aku akan memakai waktu ini untuk mencuri kalung tersebut. Tentu saja aku langsung menemukannya karena aku tahu letak kalung itu dimana. Setelah mengeluarkannya aku langsung taruh di kantong dan mengembalikan kotaknya. Sherina Kembali dengan teh yang aku inginkan, Aku lalu bergegas ke rumah Will lagi untuk menukarkannya dengan Heroin. Tak disangka ia menerimanya dan menukarkannya dengan 2 gram Heroin. Aku sangat senang karena mendapat obat penenang stress ku yang ampuh.
Dua hari sudah sejak aku membeli Heroin dan juga sejak Sherina melaporkan kehilangan kalung berharga itu. Pagi itu aku bangun dan menyiapkan segala hal seperti biasa namun hari ini ada yang mengetuk pintu. Aku pun membukanya dan menemukan dua orang polisi berdiri, mereka langsung berkata,
“Mbak Lily anda adalah tersangka atas pencurian kalung beharga milik saudari Sherina. Mari ikut kami ke kantor polisi.”
“Saya tidak melakukan apa - apa pak!” sahut Lily.
“Jelaskan saja di kantor polisi nanti.”
Aku menyerah dan kita pun ke kantor polisi. Aku diberi penjelasan bahwa ternyata seorang laki - laki bernama Will melaporkan tentang itu.
Setibanya di kantor polisi, Sherina dan orang tuanya, orang tuaku, Will semua berkumpul di satu ruangan.
“Lily, Lo kok berani melakukan hal ini semua demi NARKOBA! Gue mempercayaimu! Dasar pengkhianat! LICIK!” Teriak Sherina.
Disitulah titik balik Lily. Ia menyadari semuanya itu salah. Ia telah buta di depan narkoba. Pada saat itu juga aku merampas pistol dari salah satu polisi dan mengarahkan ujungnya ke arah kepalanya.
“Aku minta maaf Sherina, aku tahu aku salah tapi aku tidak bisa menahannya. Aku tidak kuat seperti kamu. Aku menyesal karena telah mengkhianatimu seperti ini! Dan mama, papa aku minta maaf jika aku bukanlah anak yang kalian inginkan. Aku juga minta maaf atas semua kesalahanku oleh karena keegoisanku ini. Jadi, aku tak layak hidup lagi dan selamat tinggal semuanya…..”
Aku menembak pistol polisi tersebut. “DOR!”